Kamis, 01 Oktober 2009

PEMBELAJARAN MATEMATIKA
DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED

Pengertian Pendekatan Open-ended

Menurut Suherman dkk. (2003) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak pendekatan atau metode yang digunakan.
Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Shimada (1997:1) yaitu:
“… ‘open-ended approach,’ an ‘incomplete’ problem is presented first. The lesson then proceeds by using many correct answers to the given problem to provide experience in finding something new in the process. This can be done through combining students own knowledge, skills, or ways of thinking that have previously been learned.”

Sudiarta (Poppy, 2002:2) mengatakan bahwa secara konseptual open-ended problem dapat dirumuskan sebagai masalah atau soal-soal matematika yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memiliki beberapa atau bahkan banyak solusi yang benar, dan terdapat banyak cara untuk mencapai solusi itu. Contoh penerapan masalah Open-ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.
Pembelajaran dengan pendekatan Open-ended diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan mengantarkan siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban yang benar, sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.
Tujuan dari pembelajaran Open-ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003;124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematika siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematika siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimiliki setiap siswa.
Pendekatan Open-ended memberikan kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasikan melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan pendekatan Open-ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mendorong siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.
Pembelajaran dengan pendekatan Open-ended mengharapkan siswa tidak hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban. Suherman, dkk (2003) mengemukakan bahwa dalam kegiatan matematika dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut:
1. Kegiatan siswa harus terbuka. Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.
2. Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir. Kegiatan matematika adalah kegiatan yang di dalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.
3. Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan. Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.

Pada dasarnya, pendekatan Open-ended bertujuan untuk mengangkat kegiatan kreatif siswa dan berpikir matematika secara simultan. Oleh karena itu hal yang perlu diperhatikan adalah kebebasan siswa untuk berpikir dalam membuat progress pemecahan sesuai dengan kemampuan, sikap, dan minatnya sehingga pada akhirnya akan membentuk intelegensi matematika siswa.

Mengonstruksi Masalah Open-ended

Menurut Suherman, dkk. (2003) mengkonstruksi dan mengembangkan masalah Open-ended yang tepat dan baik untuk siswa dengan tingkat kemampuan yang beragam tidaklah mudah. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang dalam jangka waktu yang cukup panjang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi masalah, antara lain sebagai berikut:
1. Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
2. Menyajikan soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.
3. Menyajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.
4. Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
5. Memberikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
6. Memberikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasai dari pekerjaannya.

Menyusun Rencana Pembelajaran dengan Pendekatan Open-ended

Apabila guru telah mengkonstruksikan atau menformulasi masalah Open-ended dengan baik, tiga hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran sebelum masalah itu ditampilkan di kelas adalah:
1. Apakah masalah itu kaya dengan konsep-konsep matematika dan berharga?. Masalah Open-ended harus medorong siswa untuk berpikir dari berbagai sudut pandang. Disamping itu juga harus kaya dengan konsep-konsep matematika yang sesuai untuk siswa berkemampuan tinggi maupun rendah dengan menggunakan berbagai strategi sesuai dengan kemampuannya.
2. Apakah tingkat matematika dari masalah itu cocok untuk siswa?. Pada saat siswa menyelesaikan masalah Open-ended, mereka harus menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka punya. Jika guru memprediksi bahwa masalah itu di luar jangkauan kemampuan siswa, maka masalah itu harus diubah/diganti dengan masalah yang berasal dalam wilayah pemikiran siswa.
3. Apakah masalah itu mengundang pengembangan konsep matematika lebih lanjut?. Masalah harus memiliki keterkaitan atau hubungan dengan konsep-konsep matematika yang lebih tinggi sehingga dapat memacu siswa untuk berpikir tingkat tinggi.

Pada tahap ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan rencana pembelajaran yang baik adalah sebagai berikut:
1. Tuliskan respon siswa yang diharapkan. Pembelajaran matematika dengan pendekatan Open-ended, siswa diharapkan merespons masalah dengan berbagai cara sudut pandang. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan atau menuliskan daftar antisipasi respons siswa terhadap masalah. Kemampuan siswa terbatas dalam mengekpresikan ide atau pikirannya, mungkin siswa tidak akan mampu menjelaskan aktivitasnya dalam memecahkan masalah itu. Tetapi mungkin juga siswa mampu menjelaskan ide-ide matematika dengan cara yang berbeda. Dengan demikian, antisipasi guru membuat atau menuliskan kemungkinan repsons yang dikemukakan siswa menjadi penting dalam upaya mengarahkan dan membantu siswa memecahkan masalah sesuai dengan cara kemampuannya.
2. Tujuan dari masalah itu diberikan kepada siswa harus jelas. Guru memahami dengan baik peranan masalah itu dalam keseluruhan rencana pembelajaran. Masalah dapat diperlakukan sebagai topik yang tertentu, seperti dalam pengenalan konsep baru kepada siswa, atau sebagai rangkuman dari kegiatan belajara siswa. Berdasarkan pengalaman, masalah Open-ended efektif untuk pengenalan konsep baru atau rangkuman kegiatan belajar.
3. Sajikan masalah semenarik mungkin bagi siswa.Konteks permasalahan yang diberikan atau disajikan harus dapat dikenal baik oleh siswa, dan harus membangkitkan keingintahuan serta semangat intelektual siswa. Oleh karena masalah Open-ended memerlukan waktu untuk berpikir dan mempertimbangkan strategi pemecahannya, maka masalah itu harus mampu menarik perhatian siswa.
4. Lengkapi prinsip formulasi masalah, sehingga siswa mudah memahami maksud masalah itu. Masalah harus diekspresikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat memahaminya dengan mudah dan menemukan pendekatan pemecahannya. Siswa dapat mengalami kesulitan, bila eksplanasi masalah terlalu singkat. Hal itu dapat timbul karena guru bermaksud memberikan terobosan yang cukup kepada siswa untuk memilih cara dan pendekatan pemecahan masalah. Atau dapat pula diakibatkan siswa memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki pengalaman belajar karea terbiasa megikuti petunjuk-petunjuk dari buku teks.
5. Berikan waktu yang cukup bagi siswa untuk mengekplorasi masalah. Terkadang waktu yang dialokasikan tidak cukup dalam menyajikan masalah, memecahkannya, mendiskusikan pendekatan dan penyelesaian,, dan merangkum dari apa yang telah dipelajari siswa. Karena itu, guru harus memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk mengekplorasi masalah. Berdiskusi secara aktif antar sesama siswa dan antara siswa dengan guru merupakan interaksi yang sangat penting dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-ended.

Pengembangan Alat Evaluasi Berdasarkan Pendekatan Open-ended

1. Jenis-jenis soal open-ended. Untuk berjalannya metode open-ended secara baik dibutuhkan bentuk dan materi soal yang dapat mengarahkan pada pencapaian tujuan pembelajaran dengan metode ini. Sawada mengklasifikasikan soal yang dapat diberikan melalui pendekatan open-ended, kedalam tiga kelompok yaitu: (a) Soal untuk mencari hubungan. Sesuai dengan istilahnya, soal jenis ini diberikan agar siswa dapat mencari sendiri aturan atau hubungan matematis dari suatu teori tertentu, (b) Soal mengklasifikasi. Dalam jenis ini. Siswa dituntut untuk dapat memiliki dan mengembangkan kemampuan mengklasifikasi berdasarkan sifat-sifat dari suatu obyek tertentu. (c) Soal mengukur. Dalam soal jenis ini, siswa diminta untuk dapat menempatkan parameter-parameter numerik terhadap fenomena tertentu. Soal jenis ini biasanya mencakup latihan kemampuan berpikir matematis yang memiliki aspek-aspek yang majemuk terkadang melibatkan beberapa pokok bahasan.
2. Metode menyusun soal open-ended. Menurut Sullivan (Poppy, 2003:4) ada dua metode dalam penyusunan soal open-ended, yaitu:

a. Metode bekerja secara terbalik (working backwards).
Metode ini mempunyai tiga langkah utama, yaitu: (1) Mengidentifikasi topik. (2) Memikirkan soal dan menuliskan jawaban terlebih dahulu. (3) Membuat masalah open-ended berdasarkan jawaban tersebut.

b. Metode penggunaan pertanyaan standar (adapting a standart questions).
Metode ini mempunyai tiga langkah utama dalam penyusunan, yaitu: 1) Mengidentifikasi topik, 2) Memikirkan soal standar. 3) Membuat soal open-ended yang baik berdasarkan pertanyaan standar yang telah ditentukan.

Kriteria Penilaian untuk Soal Open-ended

Soal open-ended memungkinkan ragam jawaban siswa, sehingga guru kesulitan menilai hasil pekerjaan siswa. Menurut Sawada (Poppy, 2003:4) untuk mengatasi hal tersebut, prestasi atau hasil pekerjaan siswa dapat dinilai dengan menggunakan beberapa kriteria berikut ini:
1. Kemahiran, diartikan sebagai kemampuan dalam menggunakan beberapa metode penyelesaian.
2. Fleksibilitas, adalah peluang siswa menjawab benar untuk beberapa soal serupa.
3. Keaslian, kategori ini dimaksudkan untuk mengukur keaslian gagasan siswa dalam memberikan jawaban yang benar.

Sedangkan Heddens dan Speer (Poppy, 2003:4) menyarankan untuk menilai hasil kerja pendekatan open-ended problem salah satu caranya adalah dengan menentukan skoring dan jawaban siswa melalui “rubrik”. Rubrik ini merupakan skala penilaian baku yang digunakan untuk menilai jawaban siswa dalam soal-soal open-ended. Banyak jenis rubrik berbeda yang digunakan oleh individu dan sekolah.
Salah satu contoh rubrik yang digunakan untuk menentukan skoring jawaban siswa dalam soal-soal open-ended adalah sebagai berikut:

1. Memberi skor 4 jika jawaban siswa itu lengkap. Ciri-ciri jawaban siswa ini adalah:
a. Jawaban yang dikemukakan lengkap dan benar.
b. Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi.
c. Jika respon dinyatakan terbuka, semua jawaban benar.
d. Hasil digambarkan secara lengkap.
e. Kesalahan kecil, misalnya pembulatan mungkin ada.

2. Memberikan skor 3 jika jawaban siswa itu menggambarkan kompetensi dasar. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah:
a. Jawaban yang dikemukakan benar.
b. Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi.
c. Jika respon dinyatakan terbuka, maka hampir semua jawaban benar.
d. Hasilnya dijelaskan.
e. Beberapa kesalahan kecil yang matematik mungkin ada.

3. Memberikan skor 2 jika jawaban siswa sebagian. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah:
a. Beberapa jawaban mungkin sudah dihilangkan.
b. Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi.
c. Terlihat kurangnya tingkat pemikiran yang tinggi.
d. Kesimpulan dinyatakan namun tidak akurat
e. Beberapa batasan mengenai pemahaman konsep matematika digambarkan.
f. Kesalahan kecil yang matematik mungkin muncul.
4. Memberikan skor 1 jika jawaban siswa hanya sekadar upaya mendapatkan jawaban. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah:
a. Jawaban dikemukakan namun tidak pernah mengembangkan ide-ide matematik.
b. Masih kurang ide dalam problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi.
c. Beberapa perhitungan dinyatakan salah.
d. Hanya sedikit terdapat penggambaran pemahaman matematik.
e. Siswa sudah berupaya menjawab soal

5. Memberikan skor 0 siswa tidak menjawab. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah:
a. Jawaban betul-betul tidak tepat
b. Tidak ada penggambaran tentang problem solving, reasoning atau kemampuan komunikasi.
c. Tidak menyatakan pemahaman matematik sama sekali.
d. Tidak mengemukakan jawaban.

Penggunakan skala ini jawaban siswa berada pada rentang skor 0 sampai dengan 4, tergantung pada kekuatan jawabannya. Perbedaan antar skor tidak mudah didefinisikan seperti halnya dalam soal betul-salah. Di samping itu, dengan skor 3 dalam rubrik ini tidak berarti 75 % jawaban siswa benar, namun merupakan nilai pengukuran mengenai apa yang diketahui siswa serta apa yang siswa bisa lakukan dalam situasi yang diberikan.
Rubrik lain yang digunakan adalah dengan menggunakan skala 0–2, 0–6 atau bahkan skala 0–10. lebih sederhana lagi dengan menggolongkan jawaban siswa menjadi tinggi, sedang, dan rendah.

Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Open-ended

Keunggulan Pendekatan Open-ended
Pendekatan Open-ended memiliki beberapa keunggulan antara lain (Suherman, dkk, 2003):
1. Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.
2. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematika secara komprehensif.
3. Siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
4. Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
5. Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.

Kelemahan Pendekatan Open-ended
Di samping keunggulan, terdapat pula kelemahan dari pendekatan Open-ended, diantaranya (Suherman, dkk, 2003):
1. Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.
2. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
3. Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
4. Mungkin ada sebagaian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.


Daftar Pustaka

Hudoyo, H. 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: IKIP Malang.
Marpaung, Y. 2003. Perubahan Paradigma Pembelajaran Matematika di Sekolah. Makalah, disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Yogyakarta, tanggal 28 – 29 Maret 2003
Nohda, N., 2000. Learning and Teaching Trought Open Approach Method, Mathematics Education in Japan. Tokyo: TSME.
Ruseffendi, E. T. 1988. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Sawada, T. 1997. Developing Lesson Plan. Dalam J. P. Becker & S. Shimada (Ed.). The Open-Ended Approach: A New Proposal for Teaching Mathematics. Virginia: National Council of Teachers of Mathematics.
Shimada, S. 1997. The Significance of an Open-Ended Approach. Dalam J. P. Becker & S. Shimada (Ed.). The Open-Ended Approach: A New Proposal for Teaching Mathematics. Virginia: National Council of Teachers of Mathematics..

Tidak ada komentar: